Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nasib Kawasan Konservasi Laut dalam UU No.23 tahun 2014 tentang Pemda

Kawasan Konservasi Laut Raja Ampat. Sumber foto : www.rayapos.com

Berdasarkan pasal 27 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014, bahwa konservasi adalah salah satu kewenangan Pemerintah Provinsi yang harus dijalankan. Ketentuan ini juga didukung oleh pasal lain yaitu pasal 14 UU No.23 tahun 2014.

Pasal ini menegaskan bahwa Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. Untuk bidang kehutanan, hanya Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya yang menjadi kewengan kabupaten/kota (ayat 2).

Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi hanya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (ayat 3). Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam Daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota. Daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil mendapatkan bagi hasil dari penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral.

Penentuan Daerah kabupaten/kota penghasil untuk penghitungan bagi hasil kelautan adalah hasil kelautan yang berada dalam batas wilayah 4 (empat) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Dalam hal batas wilayah kabupaten/kota kurang dari 4 (empat) mil, batas wilayahnya dibagi sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari Daerah yang berbatasan.

Dampak Penarikan Kewenangan Urusan Konservasi ke Pemda Provinsi

Adanya perubahan dam penghapusan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam bidang kelautan, khususnya menyangkut sub bidang urusan konservasi akan berdampak pada beberapa hal , yaitu:

(1) Kewenangan pengusulan penetapan kawasan konservasi perairan
UU No. 23 Tahun 2014 berdampak terhadap penghapusan kewenangan Kabupaten/Kota dalam mengusulkan penetapan kawasan konservasi kepada Menteri Kelautan dan Perikanan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 21 ayat (1) Permen KP No. Per.02/Men/2009, bahwa Kawasan konservasi perairan yang telah ditetapkan pencadangannya oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 (1) dan ayat (2) selanjutnya diusulkan kepada Menteri untuk ditetapkan menjadi kawasan konservasi perairan. Kalau mengikuti arah ketentuan UU No.23 tahun 2014 maka pengusulan kawasan konservasi yang berada sepanjang 12 mil laut dari garis pantai seluruhnya menjadi kewenangan Pemda Provinsi.

(2) Kewenangan penilaian usulan calon kawasan konservasi perairan
UU No. 23 Tahun 2014 berdampak terhadap penghapusan kewenangan Kabupaten/Kota dalam menilai usulan inisiatif calon kawasan konservasi. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam Pasal 9 ayat (2) Permen KP No. Per.02/Men/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan, bahwa pengajuan usulan insiatif calon kawasan konservasi perairan disampaikan kepada: (a) Menteri dengan tembusan Gubernur dan Bupati/Walikota terkait; (b) Gubernur dengan tembusan Menteri dan Bupati/Walikota terkait; atau (c) Bupati/Walikota dengan tembusan Menteri dan Gubernur.

Selanjutnya, Pasal 12 menyebutkan, bahwa berdasarkan usulan inisiatif calon kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11, Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan penilaian usulan calon kawasan konservasi perairan.

(3) Kewenangan identifikasi dan inventarisasi calon kawasan konservasi perairan
UU No. 23 tahun 2014 berdampak terhadap penghapusan kewenangan Kabupaten/Kota dalam melakukan identifikasi dan inventarisasi pengumpulan data calon kawasan konservasi.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal Pasal 13 ayat (1) Permen KP No. Per.02/Men/2009, bahwa Berdasarkan penilaian usulan inisiatif calon kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, selanjutnya Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan identifikasi dan inventarisasi untuk mengumpulkan data dan informasi serta menganalis, sebagai bahan rekomendasi calon kawasan konservasi perairan.

(4) Kewenangan penetapan pencadangan calon kawasan konservasi perairan
 UU No. 23 Tahun 2014 berdampak terhadap penghapusan kewenangan Kabupaten/Kota dalam menetapkan pencadangan kawasan konservasi. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal Pasal 20 ayat (1) Permen KP No. Per.02/Men/2009, bahwa Pencadangan kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), ditetapkan Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

(5) Kewenangan pengelolaan kawasan konservasi
Kewenangan kabupaten/kota dalam pengelolaan kawasan konservasi sejauh 4 mil untuk kabupaten/kota tentaunya akan beralih ke provinsi. Sementara UU tentang Perikanan berikut PP No.60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya , UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil secara tegas memberikan kewenangan pengelolaan kawasan konservasi perairan 0-4 mil laut kepada Kabupaten/Kota.

(6) Kewenangan tata cara penetapan status perlindungan jenis ikan
Secara terbatas UU No. 23 Tahun 2014 berdampak terhadap penghapusan kewenangan Kabupaten/Kota dalam penetapan status perlindungan jenis ikan secara terbatas. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 ayat (1) Permen KP No.35/Permen-KP/2013 tentang Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan, bahwa Pemerintah daerah dapat menetapkan status perlindungan jenis ikan dengan status perlindungan terbatas yang ditetapkan berdasarkan nilai budaya dan kearifan lokal yang berlaku di daerah yang bersangkutan sesuai kewenangannya, dengan tata cara penetapannya mengacu pada Peraturan Menteri ini.

(7) Kewenangan Monev
UU No. 23 Tahun 2014 berdampak terhadap penghapusan kewenangan Kabupaten/Kota dalam melakukan monitoring dan evaluasi sejauh 4 mil laut. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal 33 ayat (1) Permen KP No. Per.02/Men/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, bahwa Monitoring dan evaluasi terhadap jalur penangkapan ikan dan penempatan API dan ABPI pada jalur di WPP-NRI dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan dinas provinsi atau dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang perikanan sesuai dengan kewenangannya.

(8) Kewenangan pembinaan
Pembinaan terkait kepedulian terhadap kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya dari Provinsi dapat dilimpahkan kepada Kabupaten/Kota melalui tugas pembantuan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 78 ayat (1) Permen KP No. Per.30/Men/2012, bahwa Pembinaan usaha perikanan tangkap dilakukan oleh Direktur Jenderal, gubernur, dan bupati/walikota sesuai kewenangannya.

Selain itu, Pasal 78 ayat (2), bahwa Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pembinaan pengelolaan usaha, pengelolaan sarana dan prasarana, teknik penangkapan ikan, mutu ikan di atas kapal, dan kepedulian terhadap kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya. (9) Kewenangan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Dalam UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam sisi perencanaan diatur bahwa Pemerintah Daerah menyusun rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan melibatkan masyarakat berdasarkan norma, standar, dan pedoman yang telah dibuat Pemerintah.

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyusun Rencana Zonasi rinci di setiap Zona Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tertentu dalam wilayahnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, Pemerintah Provinsi memiliki kewenangan sebagaimana yang telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Sementara itu, apabila ada keterbatasan SDM, anggaran, dan rentang kendali yang terlalu jauh (khususnya provinsi kepulauan), maka Pemerintah Provinsi dapat memberikan kewenangannya kepada Pemerintah Kabupaten/Kota.

Alternatif Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah dengan Berlakunya UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemda

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) dalam kerangka UU No/45 tahun 2004 tentang Perikanan merupakan bagian dari Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang berada di laut. Sedangkan dalam kerangka UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, KLHD bisa juga merupakan bagian dari Kawasan Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Secara normatif saat ini ada pengaturan yang berbeda antara UU Kelautan, UU Perikanan dan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dengan UU No.23 tahun 2014 tentang Pemda dalam hal urusan pemerintahan bidang kelautan dan perikanan, khusunya dalam hal kewenangan dalam pengelolaan kawasan konservasi laut daerah (KKLD).
Mengacu kepada PP No.18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah untuk mengelola KKLD maka Pemda Provinsi berwenang antara lain membentuk Unit Pelaksana Tugas (UPT) Pengelola Kawasan Konserbasi Laut Daerah untuk mengelola KKLD yang selama ini pengelolaannya ada pada Pemda Kabupaten/Kota. Dapat juga dengan membentuk Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan untuk melaksanakan urusan kelautan dan perikanan yang berada pada Kabupaten/kota yang merupakan kewenangan daerah provinsi termasuk Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD).

Untuk kedua atau salah satu langkah tersebut Pemda Provinsi harus mengalokasikan pendanaan pada APBD provinsi dan tentunya penyiapan sumber daya manusia provinsi untuk personil UPT KKLD maupun cabang dinas provinsi dimaksud. Untuk SDM alternatif bisa minta pembantuan SDM dari Kabupaten/Kota yang selama ini mengisi kelembagaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota atau personil badan pengelolaa KKLD Kabupaten/Kota.

Dengan asumsi keterbatasan SDM di provinsi serta “menganggurnya” SDM bidang kelautan dan perikanan pada Kabupaten/Kota tentunya alternatif ini dimungkinkan selain untuk solusi penyaluran SDM Kabupaten/Kota pasca pengalihan kewenangan ke provinsi sekaligus mengurangi beban Kabupaten/Kota dalam menggaji SDM yang sudah diangkat.

Pertanyaannya kemudian mestikah Pemda Kabupaten/Kota harus disterilkan dari urusan kelautan dan perikanan khususnya dalam pengelolaan KKLD? Kalau mencermati kembali beberapa regulasi terkait sepertinya tidak sampai sedemikian pula dampaknya dalam penyelenggaraaan pemerintahan kabupaten/kota terkait urusan KKLD.

Berikut bebepa alternatif kondisi yang bisa diskenariokan dalam merancang masa depan pengelolaan KKLD ke depan pasca lahirnya UU No.23 tahun 20014.

1. Pemda Kabupaten/Kota tetap mengambil wewenang Pengelolaan KKLD

Dari sisi pengaturan di tingkat UU lebih banyak UU yang mengatur kewenangan Pemda Kabupaten/Kota dalam pengelolaan KKLD, yaitu UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU No. 45 tahun 2004 tentang Perikanan dan UU No.32 tahun 2004 tentang Kelautan. Secara khusus dan tegas terlihat UU Perikanan dan UU kelautan mengatur secara khusus tentang kewenangan tersebut, UU Kelautan menyebutkan Kabupaten/Kota mengelola kawasan konservasi sesuai kewenangannya menurut UU.

Sementara dalam UU No.23 tahun 2014 tentang Pemda hanya mengatur secara umum yang pada prinsipnya mengatur bahwa kewenangan pengelolaan konservasi sepanjang 12 mil laut dari garis pantai menjadi kewenangan provinsi di laut, sebagaimana diasebutkan dalam pasal 27 UU No.23 tahun 2014. Namun secara khusus UU No.23 tahun 2014 tidak mengatur tentang kewenangan pengelolaan kawasan konservasi laut daerah. Dengan demikian sesungguhnya dapat dipahami bahwa UU Perikanan, UU Pesisir dan Pulau-pulau Kecil serta UU Kelautan dapat dikategorikan sebagai ketentuan khusus terhadap UU No.23 tahun 2014 yang dapat dikategorikan aturan umum terkait pengelolaan konservasi.

Maka dalam hal ini sesungguhnya asas hukum Lex specialis derogat legi generali yang dimaknai bahwa UU yang khusus mengenyampingkan UU yang umum dapat diterapkan dalam hal ini. Dengan asas tersebut seharusnya memang kewenangan pengelolaan kawasan konservasi laut daerah (KKLD) adalah kewenangan Pemda kabupaten/Kota bersangkutan. Apalagi bila dikaitkan dengan asas efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Tentunya akan lebih efektif dan efisien apabila kewenangan tersebut tetap dipegang dan dijalankan oleh Pemda Kabupaten/Kota, mengingat juga kelembagaan dan sumber daya manusianya sudah tersedia. 

Kalaupun misalnya akan menimbulkan konflik kewenangan pengelolaan antara Pemda Provinsi dengan Pemda Kabupaten/Kota maka bisa saja sengketa ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi sebagai sengketa kewenangan antara lembaga negara. Pemda Kabupaten/Kota Kepulauan maupun yang memiliki lautan dan telah menjalankan kewenangan dalam mengelola KKLD dapat diinisiasi untuk mengajukan sengketa kewenangan ke Mahkamah Konstitusi.

Biarlah Mahkamah Konstitusi yang memberikan penafsiran dan memutus sengketa kewenangan tersebut. Sekaligus langkah ini dapat juga menjawab kebingunangan akibat perbedaan pengaturan kewenangan antara UU Pemda dengan UU bidang kelautan dan pesisir yang ada.

2. Pemda Kabupaten/Kota mengelola KKLD dengan Tugas Pembantuan PP No.7 tahun 2008 tentang Dekonsentralisasi dan Tugas Pembantuan memungkinkan Kabupaten/Kota meminta Pemda Provinsi memberikan tugas pembantuan dalam pengelolaan KKLD.

Dalam PP ini tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten, atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Dengan demikian secara teknis pengelolaan KKLD tetap dilaksanakan oleh SKPD atau Badang Pengelola KKLD yang telah ada yang telah dibentuk Pemda Kabupaten/Kota. Sehingga Pemda Kabupaten/Kota tak perlu memikirkan alternatif penyaluran SDM pasca berlakunya UU No. 23 tahun 2014.

SDM yang ada tetap bisa difungsilkan dalam pengelolaan KKLD dan bahkan bisa saja seluruh urusan Kelautan dan Perikanan Provinsi yang berada di daerah Kabupaten/Kota seluruhnya ditugas pembantuan kepada Pemda Kabupaten/Kota. Hal ini justru lebih menguntungkan karena pembiayaan tugas pembantuan dibebankan kepada APBD Provinsi, Kabupaten/Kota tidak perlu mengalokasi pendanaannya. Skenario ini sepertinya sangat dimungkinkan terutama bagi provinsi bercirikan kepulauan.

Daerah Provinsi Bercirikan Kepulauan terkait penyelengaraan kewenangan di bidang kelautan juga akan menerima tugas pembantuan dari Pemerintah. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 28 UU No.32 tahun 2014 yang antara lain menyebutkan selain mempunyai kewenangan tersebut Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan mendapat penugasan dari Pemerintah Pusat untuk melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat di bidang kelautan berdasarkan asas Tugas Pembantuan.

Penugasan dapat dilaksanakan setelah Pemerintah Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Provinsi bercirikan kepulauan harus pula menjalankan tugas pembantuan dari Pemerintah dalam menjalankan urusan di bidang kelautan sementara juga Pemda Provinsi Bercirikan Kelautan mendapat tugas baru dalam pengelolaan laut sepanjang 12 mil laut yang sebelumnya sepertiganya (0-4 mil) merupakan kewenangan Kabupaten/Kota.

Tentu akan lebih efektif kalau sebagian urusan bidang konservasi dalam pengelolaan KKLD ditugas Pembantukan ke Kabupaten/Kota. Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kewenangan Daerah Provinsi di Laut dan Provinsi Bercirikan Kepulauan hal ini juga diatur dalam rancangannya. Pasal 32 RPP mengatur sebagai berikut :
(1) Dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelaksananaan urusan pemerintah, Gubernur Daerah Provinsi Berciri Kepulauan dapat menugaskan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengelolaan kawasan konservasi daerah berdasarkan asas tugas pembantuan.

(2) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang menerima penugasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat membentuk satuan kerja pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas pembantuan tersebut.

(3) Pembiayaan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dibebankan pada APBD Provinsi Berciri Kepulauan.

Catatan Redaksi :
Tulisan ini disarikan dari Hasil Kajian Analisa Implementasi  UU No.23 tahun 2014 tentang Pemda dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah, WWF Indonesia tahun 2016 dimana Penulis adalah Analis Utama dalam kajian tersebut.
loading...

Posting Komentar untuk "Nasib Kawasan Konservasi Laut dalam UU No.23 tahun 2014 tentang Pemda"