Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Asas Manfaat Hukum dalam Kasus Ahok

Foto aksi massa pendukung Ahok di Rutan Cipinang. Sumber : www.okezone.com/Silviana Dharma, 10-05-2017




Basuki Tjahaja Purnama memutuskan mencabut permohonan banding pada saat kuasa hukumnya tengah bersiap-siap memasukkan memori banding melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara. 

Jagat politik dan penegakan hukum kembali tersentak. Apa maksud lu mencabut banding? Dulu lu bilang yakin nggak bersalah. Tahu-tahu lu cabut permohonan banding....artinya lu ngaku salah dong! Kira-kira begitulah salah satu tanggapan yang keluar dari warga jakarta yang mungkin selama ini kontra terhadap Ahok. 

Sikap miring dan curiga lainnya sebagaimana ditunjukkan Novel Bamukmin, tokoh Front Pembela Islam yang mengatakan jika jaksa penuntut umum tidak ikut mencabut memori banding patut dicurigai sebagai rekayasa. “Kami melihat kalau jaksa tidak cabut ini adalah diduga rekayasa untuk mendongkrak nama baik Ahok,” kata Novel yang juga menjabat wakil ketua Advokat Cinta Tanah Air kepada Suara.com. 

Novel juga menyinggung latar belakang Jaksa Agung, Prasetyo, yang berasal dari partai pendukung pemerintah. “Kalau itu pun terjadi ini ada arogansi kekuasaan yang memang kejagungnya orang Partai Nasdem yang berpihak kepada Ahok,” kata Novel. (www.katipol.com, 24 Mei 2017). 

Namun di sisi lain tentunya ada juga yang menanggapi langkah pencabutan banding adalah bentuk kedewasaan dan ketegaran Ahok dalam menyikapi kembali kasus yang membelitnya. Kelompok ini mengamini sikap Ahok yang dibacakan isterinya Veronica Tan dalam konferensi pers terkait pencabutan banding tersebut. 

Kepentingan bersama masyarakat Jakarta agar tak lagi terganggu dengan berbagai aksi massa dan polemik terkait perkaranya menjadi pertimbangan utama Ahok untuk mencabut bandingnya. 

Ungkapan minus maupun plus tentunya wajar saja muncul. Sepanjang tidak destruktif dan tidak mengganggu kepentingan pihak lain tentu saja dipersilahkan. Hanya saja saya mencoba melihat dari sisi kepentingan penegakan hukum. 

Saya menilai bahwa sikap Ahok adalah sikap yang begitu mengedepankan betapa pentingnya mengedepankan asas manfaat dalam proses penegakan hukum. Selain asas manfaat, penegakan hukum juga bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan menegakkan dan memenuhi rasa keadilan. 

Boleh jadi selama ini Ahok merasa tidak diperlakukan secara adil dan berharap banyak dengan mengikuti dan menaati proses hukum dia akan mendapatkan keadilan. Namun melihat fakta atas putusan pengadilan, Ahok yakin bahwa vonis 2 (dua) tahun penjara yang dijatuhkan kepadanya jelas-jelas sebuah ketidakadian. Maka kemudian dia memantapkan diri untuk terus mencari keadilan tersebut dengan mengajukan banding. 

Akan tetapi melihat kondisi yang berkembang dengan rangkain simpati yang mengalir pasca putusan tersebut : karangan bunga, aksi seribu lilin dan desakan pendukung Ahok yang salah satunya minta Ahok dibebaskan, serta tentunya respon miring dari kelompok yang mungkin kontra terhadapnya, membuat Ahok berpikir ulang. 

Apa manfaatnya semua ini? Apa manfaatnya bagi proses pencarian keadilan yang tengah dia lakukan? Apa manfaatnya bagi masyarakat terutama warga Jakarta yang selama ini secara total ingin dia layani? 

Faktanya masyarakat terganggu akan semua ini. Aktivitas pemerintahan dalam melayani warga Jakarta sedikit banyaknya terpengaruh. Maka walaupun sesunguhnya bukan dia yang berniat memulai seluruh rangkaian kehebohan ini tentu akan lebih baik bila semua ini diakhiri. Maka mencabut banding menjadi pilihan bijak dan tepat rasanya. 

Sepertinya Ahok telah mengikhlaskan diri untuk menerima putusan hakim. Sekalipun awalnya dia menilai tidak adil. Mungkin di mata Tuhan inilah yang terbaik baginya untuk dijalani. Mungkin inilah keadilan Tuhan menurutnya. 

Terima kasih Ahok, telah memberikan teladan betapa pentingnya mempertimbangkan asas manfaat dalam proses penegakan hukum. Semoga lu tetap kuat dan tegar menjalani hukuman.
loading...

Posting Komentar untuk "Asas Manfaat Hukum dalam Kasus Ahok"