OTT KPK yang Bikin Gempar Jagat Hukum
Sidang pembacaan vonis mantan Ketua DPD, Irman Gusman di Pengadilan Tipikor Jakarta, 22 Februari 2017. . Sumber : www.kompas.com/Abba Gabrillini. |
Pasca OTT KPK menetapkan 4 orang
tersangka, yaitu SUG (Sugito), Irjen Kemendes; JBP (Jarot Budi Prabowo), eselon
III Kemendes; RS (Rochmadi Saptogiri), eselon I BPK; dan ALS (Ali Sadli),
auditor BPK.
Sugito dan Jarot disangka memberikan
uang kepada Rochmadi dan Ali agar Kemendes memperoleh opini WTP terhadap
laporan keuangan Kemendes. Uang senilai Rp 40 juta pun disita KPK, yang
merupakan sisa dari commitment
fee sebesar Rp 240 juta.(Detik.com, 27 Mei
2017).
Melalui OTT KPK kembali menyentak kesadaran publik ternyata tak terlalu sulit bagi sebuah kementerian/lembaga pemerintahan untuk memperoleh status wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK. Hanya Rp.240 juta saja, predikat itu sudah bisa disandang. Maka jangan heran kalau ternnyata gelar WTP yang disandang kementerian/lembaga berbanding terbalik dengan tetap maraknya KKN di kementerian/lembaga yang bersangkutan.
Melalui OTT KPK kembali menyentak kesadaran publik ternyata tak terlalu sulit bagi sebuah kementerian/lembaga pemerintahan untuk memperoleh status wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK. Hanya Rp.240 juta saja, predikat itu sudah bisa disandang. Maka jangan heran kalau ternnyata gelar WTP yang disandang kementerian/lembaga berbanding terbalik dengan tetap maraknya KKN di kementerian/lembaga yang bersangkutan.
Sebab ternyata status WTP dapat dibeli dengan mudah. Dan
untuk membelinya barangkali hanya butuh sepersekian persen saja dari nilai
kerugian negara akibat praktek KKN yang terjadi di kementerian/lembaga
bersangkuatan. Ambisinya mendapatkan status wajar tetapi dengan cara yang tidak
wajar.
Sebetulmya
ini bukan hentakan yang pertama di tahun 2017. Di awal tahun sebenarnya publik
dibuat cukup tercengang dengan ditangkapnya Patrialis Akbar, seorang hakim
Mahkamah Konstitusi ketika itu. Sang Hakim penjaga Konstitusi tersebut diciduk
Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) dalam OTT pada 26 Januari 2017.
Kita tak
habis pikir bagaimana seorang hakim dengan gaji demikian besar per bulannya (sekitar
Rp.72 juta perbulan plus honor sidang Rp. 5 juta untuk setiap perkara) masih
terpikir untuk membocorkan draft putusan demi mendapatkan sejumlah uang yang
sebesarnya jelas sangat tidak sebanding dengan keagungan posisi yang diembannya.
Maka tak
heran ketika itu kalau Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia
(TII), Dadang Trisasongko menekankan pentingnya penjatuhan hukuman yang berat.
Menurutnya, Patrialis sudah selayaknya dihukum seperti Akil Mochtar yakni
penjara seumur hidup.( Okezone,
Jumat (27/1/2017).
Tapi toh
penjungkirbalikan logika juga terjadi dalam peristiwa terjaringnya Ketua DPD
Irman Gusman dalam OTT KPK pada Sabtu dinihari 17 September 2016. Siapa yang
percaya bahwa tokoh sekaliber ketua DPD dicokok KPK hanya karena uang Rp.100
juta rupiah yang disita bersamaan dengan operasi tangkap tangan tersebut.
Pengadilan kemudian menyatakan Irman terbukti menggunakan pengaruhnya
sebagai Ketua DPD untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari Perum Bulog
kepada perusahaan milik Xaveriandy.
Selain diganjar pidana penjara, 4,5 tahun Irman juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Tak hanya itu, Irman juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik, selama tiga tahun setelah ia selesai menjalani pidana pokok.
Selain diganjar pidana penjara, 4,5 tahun Irman juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Tak hanya itu, Irman juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik, selama tiga tahun setelah ia selesai menjalani pidana pokok.
Dalam tahun 2017 ini setidaknya KPK telah melakukan 3 (tiga) kali OTT. Pada
tahun 2016 lalu KPK telah melakukan 17 kali OTT, terbesar dalam sejarah KPK. Kita memang
berharap agar kinerja penindakan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh KPK semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun bukan berarti
kita berharap bahwa angka korupsi terus meningkat dari tahun ke tahun.
Idealnya dari tahun ke tahun OTT yang dilakukan KPK semakin menurun dengan
pemahaman bahwa orang semakin takut melakukan korupsi yang artinya penindakan
atas korupsi khususnya melalui OTT yang telah dilakukan memberi efek jera bagi
siapapun calon pelaku korupsi.
Semoga ke depan akal sehat semakin dikedepankan oleh para pejabat dan
penyelengara negara kita. Tentunya kita sangat berharap tak ada lagi OTT yang
mengguncang logika dan akal sehat kita.
loading...
Posting Komentar untuk "OTT KPK yang Bikin Gempar Jagat Hukum"