Persekusi
Persekusi adalah tindakan pemburuan
sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah,
atau ditumpas.
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, bila dijadikan kata kerja perkusi menjadi memersekusi dimaknai sebagai perbuatan
menyiksa atau menganiaya. Sebagai contoh bila ditempatkan dalam
kalimat : “tanpa memikirkan lagi keadilan atau kemanusiaan, mereka
memerkusi lawan politiknya bagai iblis.” (http://kbbi.web.id/persekusi).
Belakangan ini persekusi mengemuka dalam berbagai berita media dan
perdebatan netizen di media sosial. Berdasarkan data dari
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET), sejak 27 Januari 2017
hingga 31 Mei 2017 terdapat 59 orang korban persekusi, khususnya yaitu mereka
yang dicap sebagai penista agama atau ulama. (https://metro.tempo.co/read/news/2017/06/01/214880646/safenet-terdapat-59-korban-persekusi-selama-2017).
Kita berharap tentunya data yang disebut oleh Safenet tadi tidaklah
sampai kepada pengertian persekusi sebagaimana dimaksud kamus besar bahasa
Indonesia di atas. Sejauh pengamatan saya persekusi yang terjadi saat ini
tidaklah sampai kepada makna yang dimaksudkan oleh kamus besar bahasa Indonesia tersebut.
Sehingga belum tentu juga tepat bila dipakai istilah persekusi untuk berbagai
kejadian yang sempat heboh di media sosial.
Namun menurut Damar Juniarto dari Koalisi Anti Persekusi, makna yang sebenarnya persekusi berbeda dengan main hakim sendiri.Dalam makna
yang sebenarnya persekusi adalah tindakan memburu seseorang atau golongan
tertentu yang dilakukan suatu pihak secara sewenang-wenang dan sistematis juga
luas, jadi beda dengan main hakim sendiri. (https://www.merdeka.com/peristiwa/apa-itu-persekusi-ini-penjelasannya.html).
Selanjutnya menurut Damar persekusi bertujuan untuk menyakiti secara fisik dan psikis. Setidaknya ada empat tahapan yang dilakukan dalam tindakan persekusi menurut Damar Juniarto: Pertama, penentuan target persekusi yang termasuk di dalamnya juga tindakan pendataan target dan upaya memviralkan atau mensosialisasikan target melalui media sosial atau jalur-jalur komunikasi yang mungkin dilakukan
Selanjutnya menurut Damar persekusi bertujuan untuk menyakiti secara fisik dan psikis. Setidaknya ada empat tahapan yang dilakukan dalam tindakan persekusi menurut Damar Juniarto: Pertama, penentuan target persekusi yang termasuk di dalamnya juga tindakan pendataan target dan upaya memviralkan atau mensosialisasikan target melalui media sosial atau jalur-jalur komunikasi yang mungkin dilakukan
Kedua, berburu target dengan
memobilisasi massa sambil mensosialisasikan dan koordinasi di lapangan.
Ketiga, upaya mendesak target untuk melakukan permintaan maaf secara tertulis
di atas materai lalu kembali diviralkan dengan difoto atau divideokan. Terakhir
adalah tahapan mengkriminalisasikan
target yang telah ditangkap dan dibawa ke Polisi untuk ditahan.
Sekalipun persekusi dianggap
berbeda dengan main hakim sendiri. Namun tak dapat dihindari bahwa dalam
persekusi terdapat unsur main hakim sendiri. Jika benar tahapan persekusi sebagaimana
diuraikan di atas maka tahapan kedua dan tahapan ketiga adalah perbuatan main
hakim sendiri, bertindak di luar wewenang atau mengambil alih wewenang aparat
penegak hukum.
Dalam tahapan kedua yaitu
mensosialisasikan target sebagai orang yang telah melakukan pelanggaran hukum berpotensi
dapat dikategorikan perbuatan mencemarkan nama baik dan penghinaan. Dalam sebuah negara hukum tidak dibolehkan menuduh dan mengklaim seseorang telah bersalah sebagai orang yang telah melanggar hukum
contohnya mengklaim seseorang sebagai penghina atau penista agama hanya
berdasarkan status atau ujaran atau tulisan yang dibuatnya dalam media sosial.
Semua itu idealnya harus dibuktikan dulu secara hukum. Sehingga kalaupun ada
temuan data tetap dengan menjunjung asas praduga tidak bersalah, sebagaimana
yang biasa digunakan dalam pemberitaan dengan menerapkan kode etik jurnalistik
yang ketat.
Dalam tahapan yang ketiga lebih
jelas lagi unsur main hakim sendiri. Mendatangi target beramai-ramai, "mengadili" dan kemudian mendesaknya mengakui perbuatan dan meminta si target menyatakan
secara tertulis permohonan maaf di atas selembar kertas bermeterai jelas adalah
tindakan sewenang-wenang. Karena jelas di situ sudah ada klaim bahkan seakan-akan
telah jatuh vonis bahwa memang si target betul dan bersalah telah melanggar
hukum sehingga dia harus menyampaikan permohonan maaf. Apalagi bila tindakan
tersebut disertai dengan melakukan kekerasan terhadap target.
Sebagai contoh sebagaimana
yang dialami seorang anak umur 15 tahun yang videonya viral di media sosial. Dalam
video tersebut jelas terlihat betapa si anak telah mengalami kekerasan secara
fisik dan tindakan intimidasi dan pengancaman dari orang-orang yang diduga
melakukan perkusi terhadapnya.
Selanjutnya tindakan mempubikasikan hingga membuat peristiwa tersebut viral melalui sosial media adalah jelas
tindakan melawan hukum. Dapat dipastikan selanjutnya yang terjadi adalah potensi
penghakiman dari netizen melalui media sosial yang mendukung tindakan persekusi
tersebut.
Kalau ada yang mengatakan
bahwa tindakan persekusi yang seperti itu adalah sebagai bentuk partisipasi
masyarakat dalam penegakan hukum maka jelas itu adalah pendapat yang salah
kaprah. Dari keempat tahapan persekusi di atas yang boleh dilakukan
sesungguhnya adalah tahapan pertama dan keempat itupun tentunya harus dengan
kehati-hatian.
Adalah hak setiap orang
untuk melakukan monitoring dalam bentuk mendata, mencatat dan melakukan
kompilasi terhadap orang/kelompok orang atau pihak manapun yang diduga
melanggar hukum. Melanggar hukum bisa karena diduga melakukan penistaan atau
menghina agama ataupun melakukan perbuatan yang dinilai melecehkan atribut
keagamaan tertentu.
Namun ketika mulai
mensosialisasikan hasil pendataan tersebut haruslah berhati-hati sehingga tidak
terkesan bahwa hasill pendataan adalah merupakah kesimpulan akhir sebagai
orang-orang yang telah bersalah dan melanggar
hukum. Maka dalam publikasi perlu dijelaskan bagaimana teknis pendataan dan
penentuan kriteria dilakukan dalam pendataan. Paling jauh hasil pendataan
barulah bisa dikatakan sebagai orang/pihak yang diduga melanggar hukum.
Selanjutnya hasil pendataan
tersebut dapat dibawa ke aparat penegak hukum untuk dilaporkan serta diproses
secara hukum. Maka barulah hal ini dapat dikategorikan sebagai peran serta
masyarakat dalam penegakan hukum.
Namun tak dapat dipungkiri
bahwa persekusi adalah pertanda adanya ketidak percayaan terhadap hukum. Maka
semestinya hal ini menjadi catatan bahwa betapa pentingnya bagi institusi penegak
hukum untuk selalu memperkuat kinerjanya dan memberikan bukti kerja penegakan
hukum yang berkeadilan bagi masyarakat.
loading...
Posting Komentar untuk "Persekusi"