Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ndesokah Jokowi Karena Memboyong Keluarga dalam Kunjungan Kenegaraan?

Keluarga Presiden Jokowi yang ikut serta dalam kunjungan kenegaran ke Turki di Lanud Halim PK, 5 Juli 2017. Sumber foto : www.tempo.co.id/Subekti.


Kaesang Pangarep menilai perilaku minta proyek, ujaran kebencian dan mengkafir-kafirkan orang lain adalah sikap ndeso. Akibatnya dia dilaporkan ke polisi karena dinilai melakukan penghinaan dan ujaran kebencian oleh salah seorang yang ternyata kabarnya adalah tersangka kasus ujaran kebencian juga di media sosial.

Ketika Presiden Jokowi memboyong seluruh anggota keluarganya (termasuk seorang cucunya dan Kaesang sendiri) dalam kunjungan kenegaraan ke Jerman dan Turki, tuduhan ndeso seolah berbalik ke Kaesang bahkan ke keluarga Presiden artinya termasuk Presiden Jokowi dinilai sebagai Presiden Ndeso.

Siapakah sesungguhnya yang ndeso? Perilaku tidak baik sebagaimana yang dikritik Kaesang si anak Presiden Jokowi, Kaesangnya sendiri, pelapor Kaesang atau malah memang Presiden Jokowi yang ndeso karena memboyong seluruh anggota keluarganya dalam kunjungan kerja kenegaraan?

Saya tak berani memastikannya. Karena pengetahuan saya terhadap arti kata ndeso yang berasal dari bahasa Jawa tersebut sangat minim sekali. Maka saya akan merubah pertanyaanya sebagai berikut : Bagaimanakah menilai berbagai perilaku di atas secara hukum dan etika? Apakah dapat dibenarkan  secara hukum dan etika berbagai perilaku yang diperdebatkan di atas?

Mengingat ada beberapa perilaku yang akan kita bahas saya akan mulai dengan yang agaknya paling mudah yaitu perilaku Presiden Jokowi yang membawa serta seluruh anggota keluarganya dalam kunjungan kenegaraan.

Aturan Kunjungan Kenegaraan Presiden

Menurut ahli hukum Universitas Indonesia Gandjar Laksmana Bonaprapta, hal tersebut diperbolehkan. "Aturannya ada. Tapi yang terpenting itu bukan aturan karena aturan bisa dibuat siapa saja.

Logika berpikirnya begini, khusus presiden, raja, ratu, seluruh kepala negara bertugas 24 jam melekat. Kalau gubernur jam kerja dia gubernur kalau di rumah dia bukan gubernur. Sehingga segala fasilitasnya melekat," ujar Ganjar ketika dihubungi kumparan (kumparan.com), Rabu (5/7).

Ganjar menambahkan, aturan ini sudah ada sejak zaman Soeharto berkuasa di era Orde Baru. "Bahkan di zaman Pak Harto ada Peraturan Pemerintah. Jadi hak pengawalan juga melekat pada istri, orang tua, anak dan cucu, termasuk menantu," beber dia.

Sementara itu, menurut ahli hukum Universitas Andalas Feri Amsari, aturan protokoler Presiden boleh membawa keluarga ketika kunjungan negara.

"Ada sistem keprotokoleran yang membolehkan ini," kata Feri terpisah.
Namun Feri juga mengkritik apa yang dilakukan Jokowi. Sebab, katanya, bisa menghabiskan anggaran negara yang terlalu banyak.
"Dengan membawa jumlahnya seperti itu bisa menghabiskan anggaran negara," ungkap Feri. (https://kumparan.com/wisnu-prasetyo/bolehkah-jokowi-boyong-keluarga-besar-ke-jerman-dan-turki).

Tidak ada Larangan tetapi Tidak Etis

Saya mencoba menyisir aturan terkait kunjugan kenegaraan Presiden. Memang, berdasarkan Pasal 3 UU No 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan Administratif Presiden dan Wakil Presiden Serta Bekas Presiden dan Wakil Presiden, disebutkan, disamping gaji pokok dan tunjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, kepada Presiden dan Wakil Presiden diberikan:
a. seluruh biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas kewajibannya;
b. seluruh biaya rumah tangganya;
c. seluruh biaya perawatan kesehatannya serta keluarganya.
Selain itu dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 164/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Perjalanan Dinas Luar Negeri Pada pasal 2 diuraikan “peraturan menteri ini mengatur pelaksanaan dan pertanggungjawaban perjalanan dinas bagi pejabat negara, PNS, PPPK, Anggota TNI, anggota Polri, Pejabat lainnya, dan pihak lain yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”.
Penjelasan pihak lain berdasarkan pasal 1 ayat 10 disebutkan, “orang selain pejabat negara, PNS, PPPK, Anggota TNI, Anggota Polri, dan pejabat lainnya yang melakukan perjalanan dinas termasuk keluarga yang sah dan pengikut.
Ada yang memaknai bahwa dengan pasal ini bisa diartikan bahwa keluarga Presiden bisa dan boleh diajak serta dalam perjalanan dinas ke luar negeri.
Namun perlu dipahami bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 164/PMK.05/2015 di atas ruang lingkup pengaturannya sama sekali tidak termasuk Presiden sebagaimana ditegaskan dalam pasal 2 PMK.

Selain itu UU No 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan Administratif Presiden dan Wakil Presiden Serta Bekas Presiden dan Wakil Presiden di atas sama sekali tidak mengatur tentang perjalanan dinas Presiden. Biaya untuk keluarga yang dimaksud adalah terkait biaya perawatan kesehatan sebagaimana diatur pasal 3 butir c di atas.
Lalu aturan mana yang membolehkan Presiden memboyong seluruh anggota keluarganya dalam perjalanan dinas?

Menurut Mensesneg Pratikno saat ini sudah ada aturan yang memperkenankan Presiden membawa keluarganya dalam kunjungan kerja ke luar negeri. Bahkan, sudah ada Peraturan Mensesneg No. 8/2007 tentang Standar Pelayanan Seketariat Negara Republik Indonesia, yang di dalamnya terdapat ketentuan standar pelayanan pengkoordinasian pengamanan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya ke luar negeri. "Itu ada aturannya begitu, saya kira memang seperti itu," kata Pratikno akhir 2015. (http://politik.rmol.co/read/2017/07/06/298052/Baru-Kali-Ini-Jokowi-Begini-).

Saya coba mencari peraturan yang dimasud Pratikno tersebut. Namun sampai saat ini belum berhasil. Mungkin ada baiknya kita tunggu penjelasan resmi pemerintah akan hal tersebut.

Sambil tetap mencoba menelusuri rujukan hukumnya memang bisa juga kita melihat sebagaimana pendapat Ganjar  di atas. Boleh saja Presiden memboyong seluruh anggota keluarganya dalam perjalanan dinas dengan membangun logika  khusus presiden, raja, ratu, seluruh kepala negara bertugas 24 jam melekat. Berbeda dengan pejabat negara/pemerintah lainnya.

Sehingga tidak tepat juga kalau mempersoalkan kenapa Presiden tetap menggunakan kendaraan kepresidenan termasuk pesawat kepresidenan ketika pulang ke kampung halamannya di Solo sementara pejabat lain tak dibolehkan menggunakan kendaraan dinas ketika mudik.

Saya dapat menerima pemahaman Ganjar yang demikian. Tetapi untuk bisa memahami bahwa Presiden juga boleh membawa seluruh anggota keluarganya dalam kunjungan kenegaraan saya kok masih merasa ada ganjalan. Memang sejauh ini saya belum melihat aturan yang melarang. Tapi apa urgensinya menantu dan cucu Presiden yang masih bayi juga ikut dalam kunjungan perjalanan dinas Presiden?

Maka sementara dapat saya simpulkan bahwa tidak ada aturan yang melarang Presiden Jokowi membawa seluruh anggota keluarganya dalam lawatan kenegaraan (termasuk menantu dan cucunya). Namun dari sisi etika kenegaraan, asas efektif dan efisien pemerintahan serta melihat urgensinya maka kurang tepat rasanya.

Dengan cepat sebagian publik akan menilai bahwa Presiden memanfaatkan  kunjungan dinas kenegaraan untuk plesiran atau liburan keluarga.   

Kita berharap ke depan hal ini tak terulang lagi. Ada atau tidak ada aturan yang melarang. Hal ini penting agar keluaran dari kunjungan dinas kenegaraan Presiden tidak dilihat sebelah mata padahal sesungguhnya sangat urgen dalam rangka menjaga eksistensi Indonesia di mata dunia. Semoga.
loading...

Posting Komentar untuk "Ndesokah Jokowi Karena Memboyong Keluarga dalam Kunjungan Kenegaraan?"