Nawacita Berkabut Asap
Oleh Zenwen Pador
Salah
satu agenda dari sembilan agenda prioritas Jokowi-JK (Nawacita) yang telah
dijanjikan kepada rakyat Indonesia adalah
menegaskan bahwa pasangan ini akan menolak Negara lemah dengan melakukan
reformasi sistem penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan
terpercaya. Hal-hal yang akan
diprioritaskan dalam Nawacita poin ke empat ini antara lain menyangkut
pemberantasan penebangan liar serta penegakan hukum lingkungan.
Faktanya,
genap satu tahun pemerintahan Jokowi-JK agenda prioritas di bidang lingkungan
tak kunjung menampakkan penyelesaian yang tuntas. Kebakaran lahan masih terjadi
dan tetap menimbulkan kabut asap yang tidak hanya mencemari Indonesia tetapi
juga negara tetangga Malaysia dan Singapura. Bahkan sekarang kebakaran lahan
dan kabut asap tidak hanya terjadi di Sumatera dan Kalimantan tetapi juga
pulau-pulau lain seperti Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Malaysia
dan Singapura yang gondok dengan
masalah asap yang terus hampir berulang setiap tahun dengan intensitas yang sudah sangat mengganggu aktivitas di negara
mereka telah ikut memberikan bantuan untuk menanggulangi memadamkan api dari
kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Bahkan
beberapa negara tetangga lainnya juga telah berpartisipasi membantu. Namun
apatah daya asap masih lebih perkasa. Hingga tulisan ini dibuat asap tebal
masih menyelimuti berbagai kota di Sumatera, Kalimantan, Papua dan Maluku.
Kita
saksikan selama belasan tahun terlihat betapa lemahnya Negara bertekuk lutut
terhadap asap. Ratusan ribu korban ISPA bahkan beberapa orang anak dan orang dewasa
meninggal dunia telah menjadi pemberitaan media dalam beberap bulan terakhir
ini. Berbagai kerugian baik moril maupun materil telah diderita banyak pihak. Mulai
terhentinya aktivitas pendidikan, perdagangan dan terganggungnya aktivitas
sektor lainnya. Aktivitas penerbangan terhenti, mobilitas orang dan barang
mandek. Maka kita tinggal menghitung
saja berapa kerugian materi akibat bencana yang dibuat-buat ini. Negara gagal
melindungi rakyatnya dari ganasnya asap. Negara alpa menghadirkan lingkungan
yang sehat dan aman bagi rakyatnya. Begitu juga yang terlihat pada pemerintahan
Jokowi-JK saat ini. Setelah setahun usia pemerintahan berlalu, belum terlihat
keperkasaan Negara melawan asap. Nawacita yang diagung-agungkan tersebut masih
berkabut asap.
Bukan
tidak ada upaya pemerintahan Jokowi-JK menangulangi kebakaran lahan dan kabut
asap. Kita lihat betapa Presiden Jokowi langsung turun tangan dan blusukan ke
daerah-daerah yang menjadi lokasi terparah kebakaran hutan dan lahan. Aktivitas
pemadaman api pada lahan dan hutan yang terbakar sepertinya masih berlangsung
saat ini. Betapa banyak petugas dan aparat yang telah berjibaku turun ke
lapangan untuk memadamkan api. Namun sering juga kita dengar bahwa alasan
klasik yang dihadapi di lapangan adalah sulitnya medan, lahan gambut serta
terbatasnya alat dan sarana dalam melakukan pemadaman. Sehingga upaya pemadaman
sering dilakukan dengan sarana yang sangat tradisional seperti hanya
mengandalkan bahan-bahan yang tersedia di lapangan yang tentu saja sangat tidak
memadai.
Bila
itu faktanya tentu dapat disimpulkan Pemerintah tidak serius menyediakan sarana
dan fasilitas untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan artinya tidak ada
keseriusan juga dalam penganggaran penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
Tidak adakah anggaran negara untuk membeli pesawat sebagaimana yang dimiliki
Singapura dan Malaysia yang dapat mengangkut air dalam kapasitas besar untuk
memadamkan kebakaran? Tidakkah seharusnya kita malu sebagai bangsa yang besar
terus dibantu negara tetangga menanggulangi masalah ini?
Dari
sisi sumber daya manusia, kalaulah saja Pemerintah mengerahkan seluruh aparat
dan personil yang tersedia baik yang ada dalam lingkungan Kepolisian, TNI,
Kementerian dan lembaga terkait seperti aparat Polisi Hutan pada Kementerian
Kehutanan dan LH, BNPBl dan aparatur Pemda seperti satpol PP ditambah dengan
petugas perusahaaan perkebunan dan
kehutanan yang lahannya terbakar, barangkali dengan cara manual pun kebakaran
hutan dan lahan dapat segera
ditangulangi. Kuncinya adalah koordinasi, kesatuan komando dan ketegasan dalam
bertindak.
Kalaulah
untuk mengamankan pertandingan sepakbola Piala Presiden kemarin Kepolisian bisa
mengerahkan seluruh personil yang ada, kenapa untuk menanggulangi kebakaran
hutan dan lahan yang jelas-jelas telah
mencoreng arang dikening burung garuda, membuat malu bangsa dalam pergaulan
antar negara hal yang sama tak bisa dilakukan. Pertanyaannya memang adalah
adakah kemauan yang kuat dari Presiden Jokowi untuk mengerahkan seluruh sumber
daya yang telah tersedia.
Pada
sisi lain dari sisi penegakan hukum terlihat betapa begitu hati-hatinya
Pemerintah memberikan sanksi kepada perusahaan-perusahaan perkebunan yang sudah
jelas-jelas di lahannya telah terjadi kebakaran. Kalaulah bukan perusahaan yang
sengaja membakar faktanya jelas mereka lalai mengawasi lahan yang menjadi
tanggungjawab mereka. Di sini terlihat betapa gamangnya Pemerintah berhadapan
dengan kalangan pemodal. Sejauh ini baru tiga perusahaan yang telah dicabut
izinnya terkait kebakaran lahan. Padahal di Riau saja tercatat 17 perusahaan
sedang disidik Kepolisian dengan dugaaan tindak pidana kehutanan dan lingkungan
terkait kebakaran hutan dan lahan. Belum lagi di provinsi Jambi, Sumsel dan
daerah-daerah lain di Pulau Kalimantan.
Dalam
penegakan hukum langkah hukum pidana sesungguhnya adalah upaya terakhir
penegakan hukum (ultimum remedium).
Langkah yang lebih efektif pada tahap awal adalah upaya hukum administrasi
negara berupa penjatuhan sanksi administrasi berupa pencabutan izin misalnya.
Seharusnya langkah ini yang harus dikedepankan pemerintah untuk langsung
memberi efek jera kepada perusahaan-perusahaan pelaku pembakaran maupun mereka
yang tidak bertanggungjawab lalai menjaga dan mengamankan konsesinya dari
kebakaran.
Kita
tak ingin Negara terus-terusan bertekut lutut terhadap kebakaran dan bencana
asap ini. Sikap cepat dan tegas pemerintah harus segera ditingkatkan kualitas
dan kuantitasnya. Presiden Jokowi harus menjewer
kepala daerah yang terkesan menganggap remeh dan cenderung berpangku tangan dan
zero kreativitas dalam menanggulangi
asap dengan alasan klasik terbatasnya sarana dan sumber daya manusia. Sikap
tegas Pemerintah juga harus diperkuat terhadap para pelaku usaha,
perusahaan-perusahaan pembakar lahan harus segera dituntut tanggungjawab mereka dalam
mengamankan konsesi mereka dengan mengalolasikan anggaran dan sarana yang
memadai dalam menangulangi kebakaran lahan sebelum nantinya juga harus
mempertanggungjawabkan secara hukum.
Dengan kepeminpinan yang kuat, tindakan cepat dan efektif akan berbuah
lebih baik daripada kondisi yang terjadi saat ini.
Kalau
tidak maka bersiap-siaplah melihat Nawacita yang sudah berkabut asap ini
perlahan-lahan akan segera berkalang tanah. Tidak menutup kemungkinan rakyat
akan segera mengucapkan selamat tinggal kepada Nawacita dan rezim pengusungnya.
___________________
Penulis adalah Advokat, Koordinator
Advokat Peduli Indonesia (API)
Posting Komentar untuk "Nawacita Berkabut Asap"