Bubarkan Inspektorat 86
Kantor Inspektorat Daerah Pamekasan yang disegel KPK setelah kepalanya terjaring OTT. Sumber : www.beritajatim.com/Samsul |
Penyidik
KPK Rabu (2/8/2017) menangkap tangan Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan
Sutjipto Otomo saat menyerahkan suap senilai Rp.250 juta kepada Kepala
Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra di rumah dinas Kajari Pamekasan (Kompas,
3/8/2017).
Dari
rumah dinas Kajari, penyidik KPK lalu menangkap Bupati Pamekasan Achmad Syafii
Yasin dan Kepala Desa Dasok Agus Mulyadi sebagai tersangka suap kepada penegak
hukum atas penyelewenangan dana desa senilai Rp.100 juta.
Kolaborasi
yang sempurna antara pejabat pengawasan daerah, kepala daerah dan kepala desa
dengan pejabat penegak hukum. Inilah salah satu fakta miris yang terjadi di
negara hukum kita.
Idealnya, bila ada temuan penyalahgunaan keuangan negara, inspektorat selaku lembaga pengawas
internal daerah melaporkan ke penegak hukum bila kuat dugaan hal tersebut
adalah tindak pidana. Namun inilah uniknya yang terjadi, justru Kepala
inspektoratnya sendiri yang menyerahkan uang suap kepada Kepala Kejaksaan agar
kasus korupsi penyalahgunaan dana desa tersebut dapat dilapanenamkan atau
setidak-tidaknya diatur sedemikian rupa.
Kuat
dugaan bahwa tindakan Kepala Inspektorat tersebut berdasarkan perintah Bupati sebagai penanggungjawab utama pengelolaan keuangan daerah. Sudah pasti
ada kepentingan bupati agar kasus tersebut dilapanenamkan. Kalau tidak
dikuatirkan akan merembet kepada kepala daerah sendiri atau setidak-tidaknya
untuk menjaga citra Pemda agar tidak terlalu kentara kelihatan bobroknya
pengelolaan keuangan daerah, khususnya terkait dana desa.
Tapi
alih-alih menutupi, yang terjadi
kemudian justru semakin membongkar konspirasi jahat penyalahgunaan dana desa
tersebut. Untung lagi masih ada KPK, karena Kejaksaan sendiri sebagai aparat
penegak hukum spesialis tindak pidana korupsi telah menjadi pemeran antagonis pelaku aktif korupsi, setidaknya di Pamekasan.
Bagaimana di daerah lain di seluruh Indonesia?
Akibat
lemahnya pengawasan internal pemerintah, berdasarkan laporan KPK sebanyak 391
kepala daerah tersangkut masalah hukum. Sejumlah 313 orang diantaranya
tersangkut kasus korupsi dan 78 orang diantaranya terlibat kasus korupsi dengan
penyuapan (Kompas, 6/1/2018).
Pertanyaannya
kemudian masih pentingkah keberadaan Inspektorat Daerah?
Sesungguhnya fungsi pengawasan Inspektorat Daerah memang ditujukan bagi penyelenggara daerah yang levelnya di bawah Sekretaris Daerah (Sekda) karena memenang posisi Kepala Inspektorat Daerah jabatannya berada di bawah Sekda. Pastilah ada hambatan struktural bagi Inspektorat Daerah untuk memeriksa pejabat yang levelnya berada di atasnya.
Tapi
hal itu pun sangat bergantung kepada “kebijaksanaan” kepala daerahnya. Dalam
kasus Pamekasan terlihat bahwa sesungguhnya penyalahgunaan terjadi di level
kepala desa tetapi karena ada kepentingan tersendiri, Kepala Daerah justru
malah memerintahkan Kepala Inspektorat menyuap Kepala Kejaksaan agar kasus
tersebut dapat diamankan.
Sebagaimana dilangsir Kompas.com, 21 Agustus 2017, awalnya, sejumlah lembaga swadaya masyarakat melaporkan dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek infrastruktur senilai Rp 100 juta yang menggunakan dana desa. Anggota LSM melaporkan Kepala Desa Dassok, Agus Mulyadi, ke Kejaksaan Negeri Pamekasan.
Laporan itu sempat
ditindaklanjuti Kejari Pamekasan dengan melakukan pengumpulan bahan dan
keterangan. Namun, diduga ada komunikasi beberapa pihak di Kejari dan Pemkab
Pamekasan.
Dalam pembicaraan antara jaksa dan pejabat di Pemkab Pamekasan, disepakati bahwa penanganan kasus akan dihentikan apabila pihak Pemkab menyerahkan Rp 250 juta kepada Kajari Pamekasan.
Setelah penyelewengan dana
desa dilaporkan, Kepala Desa merasa ketakutan dan berupaya menghentikan proses
hukum.Agus selaku Kepala Desa kemudian berkoordinasi dengan Kepala Inspektorat
Kabupaten Pamekasan, Sucipto Utomo.
Upaya menghentikan perkara
tersebut juga dibicarakan dengan Bupati Achmad Syafii. Achmad ingin agar kasus
itu diamankan.Ia disebut tak hanya menganjurkan upaya penyuapan jaksa. Ia juga
ikut disebut berkoordinasi untuk menurunkan angka yang disepakati sebesar Rp
250 juta. Akan tetapi, Kepala Kejari menolak menurunkan angka pemberian yang
telah disepakati.(Kompas.com, 21/8/2017)
Tugas pokok dan fungsi
Inspektorat Daerah dipimpin oleh
Inspektur dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada
Gubernur atau Bupati dan secara teknis administratif mendapat pembinaan dari
Sekretaris Daerah, diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atau Bupati
sesuai ketentuan/peraturan perundang-undangan.
Inspektorat Daerah mempunyai fungsi
perencanaan program pengawasan, perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan,
pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan, pemeriksaan
serta pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala daerah di bidang pengawasan.
Sesungguhnya Inspektorat Daerah
sebagai Aparat Pengawas Internal PemerintahDaerah memiliki peran dan posisi
yang sangat strategis. Dari segi fungsi dasar manajemen, Inspektorat mempunyai kedudukan yang setara dengan fungsi
perencanaan atau fungsi pelaksanaan. Sedangkan dari segi pencapaian visi, misi
dan program-program pemerintah, Inspektorat daerah menjadi pilar yang bertugas
sebagai pengawas sekaligus pengawal dalam pelaksanaan program yang
tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Inspektorat adalah alat dalam
organisasi Pemerintah Daerah yang menjalankan fungsi quality assurance.
Namun memang pengguna
laporan pengawas internal adalah top manajemen yaitu Kepala Daerah dalam organisasi
Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Dengan demikian segalanya sangat
bergantung kepada Kepala Daerahnya.
Kalau
semua kepala daerah seperti yang terjadi di Pamekasan dan Kejaksaannya pun
setali tiga uang barangkali KPK akan kewalahan melakukan OTT di seluruh kabupaten/kota
di Indonesia.
Padahal Inpektorat Daerah tidaklah sedikit
menghabiskan dana daerah untuk gaji pegawai dan operasional lembaga. Tapi
keberadaannya justru menjadi pelindung penyelewengan keuangan daerah. Pada satu
sisi Inspektorat Daerah tak bisa berbuat banyak kalau atasan (kepala daerah)
justru tidak mendukung atau malah terlibat dalam penyalahgunaan keuangan
daerah.
Bila demikian faktanya maka
sebaiknya Inspektorat Daerah 86 semacam itu ditiadakan saja di semua daerah.
Kembalikan saja fungsi pengawasan dipegang langsung oleh kepala daerah sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi pengelolaan keuangan daerah.
Lumayan juga anggarannya bisa dialihkan untuk program pembangunan yang lebih real bagi masyarakat. Atau setidaknya dana tersebut dialihkan untuk mendukung peran serta pengawasan masyarakat di daerah yang pada beberapa kasus terlihat lebih efektif.
Lumayan juga anggarannya bisa dialihkan untuk program pembangunan yang lebih real bagi masyarakat. Atau setidaknya dana tersebut dialihkan untuk mendukung peran serta pengawasan masyarakat di daerah yang pada beberapa kasus terlihat lebih efektif.
Kecuali kepala daerah adalah sosok
yang bersih dan berintegritas. Sudah pasti dia merasa butuh untuk mengangkat
pejabat pengawas daerah yang betul-betul menjalankan fungsi pengawasan secara
profesional dan bertanggungjawab. Mengangkat kepala inspektorat dari luar birokrasi pemerintahan dengan rekam jejak yang mumpuni, transparan dan bertanggungjawab nampaknya perlu dipikirkkan ke depan oleh kepala daerah yang tak ingin nasibnya seperti kasus Bupati Pamakesan di atas.
Dengan demikian fungsi management pemerintahan daerah bisa berjalan dengan lebih efektif.
Dengan demikian fungsi management pemerintahan daerah bisa berjalan dengan lebih efektif.
Depok, 7 Januari 2018
loading...
Posting Komentar untuk "Bubarkan Inspektorat 86"